Ini pengalaman saya berurusan di Kemendepag. Menarik! Itu satu kata yang tepat. Awalnya, saya hanya bermaksud membantu salah seorang guru yang belum selesai urusan sertifikasinya, padahal dia sudah tersertifikasi sejak 2007. Banyak sekali cerita tentang Departemen Agama RI yang beredar, salah satunya yah… sarang korupsi juga… sama dengan Depdiknas. Kebetulan saya bekerja di bawah lingkup Diknas, otomatis saya akan membandingkan dengan yang saya alami selama ini.
Untuk urusan sertifikasi, saya mulai menangani sejak 2009, urusan mulai dari guru sampai ke PMPTK di Jakarta sudah sering saya lakoni. Banyak masalah itu biasa dan menjadi tantangan yang harus segera diselesaikan. Permasalahan yang umum terjadi adalah tingkat kesadaran dan kesabaran para peserta dalam menjalani prose’s sertifikasi ini. But, so far so good. Semua dapat diatasi hingga sekarang prose’s transfer daerahpun berjalan dengan lancar.
Nah, kembali ke topik kita, saya berfikir rasional saja, buku petunjuk sertifikasi guru itu berlaku global, baik depag maupun diknas. Dasar pemikiran itulah yang membuat saya langsung berjanji kepada kawan saya tersebut untuk membantu menguruskan sertifikasinya langsung ke Kemenag (dulu Depag). Selain itu, saya juga cukup percaya diri karena saya memiliki keluarga yang memegang jabatan di Kemenag. So, simple kan?
Saya tiba di Kemenag untuk pertama kalinya dalam hidup saya. Kesan pertama saya, wuih.. banyak sekali mobil mewah terparkir. Selanjutnya saya bertanya ke Satpam, lalu ditunjukanlah gedung utama tempat saya akan berurusan. Tapi anehnya, pintu masuk bukan dari depan melainkan dari belakang. :p. setelah mengisi buku tamu dan meninggalkan tanda pengenal, saya langsung menuju lantai 6 eh… ternyata salah harus 8 pas sampai saya bertanya dengan orang yang berpapasan, karena saya tidak menemukan petugas informasi seperti di PMPTK, saya jelaskan maksud dan tujuan saya, maka ditunjukkanlah tangga turun tempat yang sebenarnya. Agak ragu-ragu saya mengetuk, apalagi suasananya persis acara di televisi, acaa uji nyali, rada gelap dan emang-remang. Saya memberanikan membuka pintu, syukurlah ada salah seorang staf yang sedang bekerja menyusun berkas yang memang banyak dan tidak teratur, belakangan saya baru tahu kalau mereka mau boyongan kekantor baru di jalan Thamrin, saya lalu memperkenalkan diri dan mengutarakan maksud saya, petugas tersebut agak bingung dan mencoba bertanya kepada temannya atau mungkin tepatnya atasannya, Lucky Me! Dia langsung mempertemukan saya dengan orang yang tepat, orang yang menangani langsung sertifikasi guru. Langsung saya dibawanya menuju meja Bapak tersebut. Setelah berbasa-basi sedikit, dan ternyata memang terkesan gak perlu, Bapak tersebut langsung bertanya dengan nada yang menekan, saya jawab dengan lancar, kembali ditekan lagi, saya jawab terus. Yah jelas saja lancar, saya kan ketua tim sertifikasi guru Kotabaru, tapi saya mendapat kesan Bapak itu kurang senang, lalu beliau langsung berkata kalimat yang sangat menusuk, saya langsung menyadari, segera saya berlagak pilon agar Bapak tersebut cepat naik kembali kepercayaan dirinya. Berhasil. Bapak tersebut langsung kembali lancar berbicara, sedikit menceramahi saya, dan yang terpenting Beliau memberikan jalan keluar. Diakhir pembicaraan, Beliau meminta saya mencatat nama dan nomor HP nya. Selain itu, beliau juga meminta saya untuk menuliskan nama saya di berkas kelengkapan milik teman saya yang akhirnya dimintanya. Beliau tampak terkejut ketika membaca nama saya, terlebih tahu way of life saya, plus tempat kerja saya. Tapi cepat saya redakan dengan, kembali merendahkan diri, bahwa saya hanya membawakan saja dan saya orang biasa saja. Setelah itu, saya bergegas keluar ruangan tersebut setelah mengucapkan terima kasih berkali-kali. Pfuhhh… akhirnya.
Selanjutnya, sambil berjalan menyusuri sudut-sudut kantor yang sepi dan agak menakutkan, saya mencoba menghubungi kawan saya tersebut, saying karena tinggalnya di pedalaman, HP nya sedang off, mungkin sambil menunggu listrik on, lumayan ngirit daya. Saya melanjutkan jalan-jalan saya menuju tempat keluarga saya bertugas, turun satu tingkat lagi. Kembali kesan yang saya terima, suasana remang-remang dan kumuh. Kali ini pintu-pintu ruangn terbuka, dan tampak jelas para pegawainya sedang asik berngobrol ria sambil merokok. Lah, bukannya sudah ada peraturan dari Gubernur DKI tentang larangan merokok di kantor-kantor pemerintah? Buset… sebelum lupa, ditangga-tangga saya banyak melihat puntung-puntung rokok, begitupula di lift, tampak di sudut-sudutnya abu rokok dan puntung rokok. Catnya sangat kusam. Kesannya kurang perawatan dan pemeliharaan. Sungguh sangat tidak sebanding dengan mobil-mobil yang terparkir di halaman parkir kantor ini.
Setelah menSMSkan nama dan nomor HP Bapak tersebut ke kekawan saya, saya menyarankannya untuk membuat janji untuk menyelesaikan segera masalah ini. Malam hari saya menghubungi kawan saya untuk menanyakan tentang hasil komunikasinya ke Bapak tersebut. Sungguh jawaban yang di luar dugaan saya, Bapak tersebut memarahi dan sepertinya memaki kepada kawan saya tersebut. Untunglah sebelumnya saya sudah mewanti-wantinya untuk bersikap merendah dan sabar waktu berkomunikasi dengan Bapak. Sepertinya, Bapak tersebut sangat menjaga kredibilitas dan wibawanya sebagai orang pusat kepada seorang guru saja yang berasal dari daerah antah berantah.
Keesokan harimya, saya bertemu dengan keluarga saya yang pejabat di Kemenag. Ternyata , beliau sudah menduga akan hal yang akan saya hadapi dalam berurusan di kantornya. Soalnya, beliau saja untuk mengurus kenaikan pangkatnya, cukup sulit dan memerlukan kesabaran dan kerelaan hati. Apalagi orang luar seperti saya.
Saya jadi teringat, Almarhum Gus Dur, pernah mengeluarkan ide tentang pembubaran kantor Departemen Agama. Sekarang saya baru mengerti dan dapat memahami serta saya menyetujuinya. Saya Setuju Gus!
No comments:
Post a Comment
Be a good person, please!!