Tuesday, November 30, 2010

Pa Walikota yang Menawan

Hari ini saya bersama rekan-rekan peserta workshop AlCoB's, berkesempatan menerima paparan dari Bapak Walikota Pangkalpinang. Acara yang dilaksanakan di Rumah Makan Diatas Kapal Panpai Padi berlangsung dengan penuh makna. Teristimewa dengan Bapak Walikota. Hari ini saya menerima anugrah dengan diberinya kesempatan saya bertemu dengan beliau. Bukan saja cerdas tetapi juga inovatif. Ide yang dipaparkan dan sduah diimplementasikannya sungguh luar biasa. Pangkalpinan Education Cyber City. Seharusnya semua kepala daerah mempunyai wawasan seperti beliau dan juga komitmen yang jelas. Sungguh pengalaman yang tiada terhingga. Semoga saya akan diberi kesempatan bertemu dan belajar lagi dengan orang-orang seperti beliau. Terimakasih Pak Walikota, Terimakasih Pangkalpinang, Terima kasih ALCoB's. Terimakasih Balitbang. Setelah hampir 4 tahun tidak aktif mengikuti pertemuan, maka sudha sepantasnyalah saya menyesali itu.

Semoga Tuhan selalu mengabulkan permohonan baikku ini.

Dipublish di ruang tunggu bandara Depati Amir, Pangkalpinang, Bangka Belitung menggunakan MBP ku dan koneksi internet gratis.

Monday, November 29, 2010

pangkal pinang, bangka belitung

Ini hari kedua workshop ALCoB's, acara inti dimana peserta2 terpilih diminta untuk melakukan sharing, baik best practice maupun knowledge lainnya. Banyak kawan lama saya dan juga banyak kawan baru juga. Ini diketik ketika Bu Arum dari Makassar sedang presentasi masalah RSBI.

Saturday, November 27, 2010

Pilih mana?

Ini saya tulis menggunakan koneksi GPRS nya Telkom pake kartu freedom, upaya ini saya lakukan setelah koneksi broadbandnya 3 lelet surelet. Akhirnya saya ganti sementara soalnya pulsanya ngebut juga. Ini saya lakukan untuk mendowload tiket saya ke Pangkal Pinang besok minggu. Untuk itu pembahasan mengenai Tulisan 30 hari saya.. yah ditunda dulu... soalnya saya harus bikin bahan-bahan presentasi buat acara di pangkal pinang nanti. Malu dong klo ga mantep. Dah dulu... yang penting nulis blog hari ini.

Friday, November 26, 2010

Day 18

Berdasarkan penjelasan teori cause and effect diagram tadi, maka sangat mudah sekali bagi kita untuk mencari akar permasalahan/apa yang harus dilakukan. Perhatikan gambar berikut,

Contoh penggunaan pada analisis SSN SMPN 1 Kelumpang Hilir, Kotabaru, Kalsel

Penjelasannya: Untuk mencapai status SNN bagi SMPN 1 Kelumpang Hilir, maka sekolah tersebut harus mencapai 9 standar yang menjadi tiang sekolah SSN. Jadi, bila salah satu dari kesembilan standar tersebut tidak terpenuhi, maka dapat dikatakan, SMPN 1 Kelumpang Hilir belum mencapai SSN. Kesembilan standar tadi, masing-masing mempunyai percabangan, bila salah satu cabang tidak sesuai standar, akibatnya tidak mencapai standar otomatis berpengaruh ke Goalnya. SSN SMPN 1 Kelumpang Hilir.


Thursday, November 25, 2010

Day 17

ANALISIS FRAMEWORK
Nah sekarang saatnya untuk memasukkan apa-apa yang kita bahas tadi kedalam frame work, dalam hal ini, Metode Cause n effect melalui Fish Bone. Sebelumnya mari kita pelajari dulu metode ini. Berikut saya ambil penjelasan dari sini.

CAUSEANDEFFECTDIAGRAM What it is:
Graphically illustrates the relationship between a given outcome and all the factors that influence this outcome. Sometimes called an Ishikawa or “fishbone" diagram, it helps show the relationship of the parts (and sub- parts) to the whole by:
• Determining the factors that cause a positive or negative outcome (or effect)
• Focusing on a specific issue without resorting to complaints and irrelevant discussion
• Determining the root causes of a given effect • Identifying areas where there is a lack of data
How to use it:
Specify the effect to be analyzed. The effect can be positive (objectives) or negative (problems). Place it in a box on the right side of the diagram.


List the major categories of the factors that influence the effect being studied. The “4 Ms” (methods, manpower, materials, machinery) or the “4 Ps” (policies, procedures, people, plant) are commonly used as a starting point.





Coast Guard Process Improvement Guide
Identify factors and subfactors. Use an idea-generating technique from Section 2 to identify the factors and subfactors within each major category. An easy way to begin is to use the major categories as a catalyst. For ex- ample, “What policies are causing . . . ?”



Identify significant factors. Look for factors that appear repeatedly and list them. Also, list those factors that have a significant effect, based on the data available.
Categorize and prioritize your list of causes. Keep in mind that the location of a cause in your diagram is not an indicator of its importance. A sub-factor may be the root cause to all of your problems. You may also decide to collect more data on a factor that had not been previously identified.


Helpful hint:
Consider using a positive effect (an objective, for example) instead of a negative effect (a problem, for example) as the effect to be discussed. Focusing on problems can produce “finger pointing,” while focusing on desired outcomes fosters pride and ownership over productive areas. The resulting positive atmosphere will enhance the group’s creativity.

Silahkan cermati dan fahami metode ini. Saya copy dari buku Basic Tools for analyzing data. Konsep ini menunjukan dalam memulai sebuah analisis masalah, kita harus memulainya melalui akibat atau goal lebih dahulu. Sementara saya akan membaliknya dengan meidentifikasi keadaan riil yang akan menjadi sebab untuk melihat akibatnya atau goalnya.

EOF 17 dari Ruang Tunggu Bandara Syamsudin Noor menunggu keberangkatan ke Jakarta.

Wednesday, November 24, 2010

Day 16

DISDIK
Dinas pendidikan adalah induk dari unsur pendidikan. Peran penting yang diembannya sangat berat. Untuk level kabupaten/kota, selaku pelaksana dan penanggung jawab pencapaian tujuan pendidikan ini, diperlukan perangkat yang benar-benar mumpuni. Sesuai Struktur Organisasi dan Tata Kelola (SOTK) peraturan Bupati Nomor 1 Tahun 2009, sudah disusun perangkat, sistem kerja dan tugas serta kewajiban dinas pendidikan sebagai Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD). Untuk itu, sudah semestinya dinas pendidikan hanya diisi oleh orang-orang yang mempunyai visi dan misi pendidikan yang jelas dan terarah menuju tercapainya tujuan pendidikan. Sebagai perbandingan, rekan saya di Dinas Pendidikan negara Thailand dan Korea Selatan, ketika kami bertemu dan berdiskusi, begitu nikmatnya, karena mereka benar-benar menguasai materi pendidikan di masing-masing negaranya. Umumnya mereka adalah mantan kepala sekolah ataupun guru berprestasi yang diakui. Hal ini, jelas berdampak positif bagi perkembangan pendidikan di negara tersebut. Semua kebijakan yang diambil berdasarkan kondisi nyata dan telah mempertimbangkan rasa seorang pendidik, karena mereka juga berasal dari guru.

Selain modal awal pada penguasaan esensi pendidikan, kemampuan lain yang harus dikuasai adalah soft skills. Yang paling utama adalah sikap sopan santun dan rendah hati, selalu siap menerima tamu dan melayani. Sesuai spirit dalam mengajar. Tut wuri handayani, ing ngarso sing tulodo. Selalu siap sedia membantu, melayani dan membimbing tamu yang datang. Sikap-sikap ini mutlak diperlukan setiap perangkat di dinas pendidikan. Sebagai induk dari unsur pendidikan, maka akan selalu menjadi panutan.


EOF 16

Tuesday, November 23, 2010

Day 15 (real)

KTSP
Dikutip dari http://www.kemdiknas.go.id/satuan-pendidikan/taman-penitipan-anak/kurikulum.aspx
Pengembangan kurikulum merupakan salah satu bagian penting dalam proses pendidikan. Kurikulum merupakan alat untuk membantu pendidik dalam melakukan tugasnya, sebab kurikulum secara umum dapat didefinisikan sebagai rencana yang dikembangkan untuk memperlancar proses pembelajaran.
Kurikulum disusun agar memungkinkan pengembangan keragaman multi potensi, minat, kecerdasan bahasa, kognitif, sosial, emosional, spiritual, dan kinestetik/fisikmotorik, serta seni pada anak secara optimal sesuai dengan perkembangandan keunikan setiap anak.

Kurikulum sekarang adalah kurikulum yang berdasarkan kebutuhan di daerah itu. Namanya, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, KTSP. Menurut aturannya, kurikulum tersebut harus disusun oleh masyarakat sekolah tersebut dengan memperhatikan kebutuhan sekitar. Para pemegang keputusan dan pelaksana serta pengguna, harus duduk bersama menyusun apa-apa yang harus diberikan dan target apa yang harus dicapai oleh sekolah itu. Teorinya seperti itu. Pemerintah hanya memberikan rambu-rambu yang harus ditaati, sebab bila tidak, akan terganjal pada ujian akhir nasional.

Sejauh ini, kondisi sekolah-sekolah di Kotabaru pada umumnya belum memiliki KTSP Sendiri. Umumnya mereka mengcopy dari sekolah lain dan hanya menggantikan nama sekolahnya saja.. :p Hal ini dapat dipahami karena memang sulit seklai mengumpulkan unsure-unsur terkait dalam penyusunan kurikulum ini. Selain itu, pemahaman akan konsep KTSP itu sendiri masih sangat rendah. Bahkan konsep kurikulum pun masih samar-samar. Karena sudah menjadi kebiasaan selama ini, guru hanya menggunakan LKS atau buku panduan yang sudah berisi RPP dan petunjuk lainnya. Sangat mudah. Dilain pihak, kemudahan ini akan memanjakan sekali.

Nah, karena rencana pembelajaran ini bukan asli buatan guru, maka sering tidak sesuai dengan kondisi nyata. Sering kita jumpai guru yang kebingungan tentang materi ajar yang akan mereka berikan kepada muridnya di kelas. Andaikan rencana itu dibuatnya sendiri tentu dia akan tahu segala kemungkinan yang akan terjadi. Apakah yang bersangkutan tidak tahu tentang ini? Pasti tahulah. Apakah kurangnya pelatihan penyususnan KTSP merupakan penyebab terjadinya keadaan ini? Rasanya bukan. Pelatihan penyusunan KTSP dan pengmebangannya sering sudah dilakukan, baik oleh Dinas Pendidikan maupun pihak-pihak yang berkompeten lainnya.

Penelitian tentang ini sudah dilaksanakan oleh LPMP Kalsel bekerjasama dengan Bappeda Kotabaru. Solusi alternatif pun sudah diberikan. In my humble opinion, hal ini terjadi lebih pada rendahnya motivasi guru dalam melakukan tugasnya. Rendahnya motivasi berakibat pada prose’s pelaksanaan tugasnya. Rendah dalam melakukan persiapan, rendah dalam semangat mendidik, rendah dalam pencapaian target sehingga berujung pada rendahnya nilai ujian akhir nasional. Apakah itu jadi masalah yang tidak dapat diatasi? Jawabannya Tidak. Titik. Ah, jangan-jangan ini memang bukan masalah.

EOF 15 (asli)

Monday, November 22, 2010

Day 14 (real)

Setelah seminggu lebih ga nulis, sekarang mari kita lanjutkan.
Pembahasan mengenai kepala sekolah pada hari ke-13, sebenarnya saya rasa sudah cukup, walupun itu baru dari kualifikasi umum saja. Baiklah, sekarang kita melihat dari kualifikasi khusus. Seseorang yang akan diangkat menjadi kepala sekolah harus berasal dari jenis dan tingkatan sekolah dimana dia akan ditempatkan. Artinya, kalau mau diangkat menjadi kepala sekolah SMP, maka yang bersangkutan harus berstatus guru SMP, begitu juga yang lainnya. Kondisi terkini di Kotabaru adalah ada beberapa rekan kita yang meloncat atau terjun bebas dalam menduduk jabatan kepseknya. Saya berasumsi, memang yang bersangkutan adalah orang yang tepat untuk jabatan kepsek di sekolah tersebut. Titik.

Sebagai ketua tim sertifikasi Kotabaru, saya sudah dua tahun menangani kegiatan ini, dan hingga saat ini masih terdapat guru dan juga kepsek yang belum tersertifikasi, sementara kualifikasi khusus seseorang menjadi kepsek adalah harus sudah memliki sertifikat sertifikasi guru. Logikanya begini, kalau sudah memiliki sertifikat sertifikasi guru tersebut, yang bersangkutan sudah memiliki masa kerja minimal 5 tahun dan sudah pasti berstatus guru yang profesional. Sejauh ini, saya masih menjumpai beberapa kepsek yang tidak mau mengajar lagi, padahal kewajibannya adalah minimal mengajar 6 jam pelajaran sesuai syarat menjadi guru yang profesional. Dan selama ini saya belum pernah menanyakan pertanyaan ini kepada kepala sekolah tersebut, mengapa anda tidak mengajar lagi Boss? So, saya tidak dapat memberikan argumen yang pasti.

Senyampang hal tersebut diatas, sertifikat kepala sekolah juga mutlak diperlukan. Kalau kita identikan, sertifikat kepsek sama juga dengan SIM kendaraan bermotor. Kenyataannya? Masih banyak tuh yang belum mempunyainya.

Oke lanjut ke lima persyaratan kompetensi. Hal ini yang sulit diukur. Hasil dari uji kompetensi kepala sekolah yang telah dilakukan pada tahun 2009 kemarin, dari 200 orang peserta, hanya 5 orang saja yang mendapat skor diatas 200. Artinya kalau kita bagi 5 kompetensi tersebut, maka hasilnya adalah 40. Rata-rata penguasaan kompetensi yang dipersyaratkan untuk menjadi kepala sekolah adalah 40 dari nilai maksimalnya 100. Kalau kita bawa kedalam kelas, kita sebagai guru akan berbuat apa jika dari lima kelas yang kita ajar, jika kalau masing-masing kelas berisi 40 siswa, ternyata hanya 5 orang yang mencapai nilai rata-rata 40 dan yang lainnya dibawah itu. Pertanyaannya, yang salah siapa? Nggak perlu dijawab lagi.. kita bukan membahas yang salah siapa kok.

Just info saja, ada dua orang kepala sekolah yang ingin memukul saya. Penyebabnya? Sepele saja. Yang satu, karena ketoledorannya mncantumkan data anak buahnya sehingga gagal mengikuti sertifikasi. Satunya lagi, tidak sabar tunjangan sertifikasi yang ditunggu-tunggu kok belum cair juga. Untung saja Tuhan masih mencintai saya. Kedua orang beliau-beliau itu urung memukul saya. Mungkin mereka ngga tega karena saya tidak melawan sama sekali. Jadi, jangan heran kalau kita mendengar dari guru-gurunya di sekolah, bahwa kedua beliau-beliau tersebut menggunakan manajemen otot dalam memimpin sekolahnya, bukan otak. Hal ini dibuktikan dengan adanya laporan masuk ke dinas yang menyatakan bahwa kedua orang tersebut telah berlaku kasar dan tidak etis terhadap guru-gurunya. Salahkah mereka? Nggak penting menjawabnya. Hukum alam tetap berjalan, yang benar akan terlihat juga. Atau jangan-jangan sekarang ini sudah berarah ke seiapa yang kuat maka dia yang akan berkuasa. Tidak perduli benar atau salah, yang penting punya kekuatan dan kekuasaan seperti raja rimba. Auummmm.

EOF 14 asli.

Saturday, November 13, 2010

Day 15

Dr. Samsul Hadi, dosen UM
Kepala sekolah memehang peranan yg strategis dalam pengembangan sekolah:
Good Teachers + Good Principal = Good School
Kepemimpinan merupakan on goingprocess,
Permendiknas 13 tahun2007 menetapkan kepala sekolah sebagai jabatan yang: memiliki kualifikasi dan kompetensi sesuai standar yang berlaku danmemiliki sertifikat kepala sekolah
Ditenharai saat sekarang penganvkatan dan mutasi kepala sekolah dixampuri unsur politis
Kemendiknas nomor 162 tahun 2003 belummengungkap hal-hal sbb:
Penyiapan (rekrutmen calon. Diklat dan sertifikasi)
Pengembangan profesio al berkelanjutan (cdp) mepala sekolah
Penilaian kinerja kepala sekolah

Eof day 15

Friday, November 12, 2010

Day 14

Hari ini sampai di p4tk sawangan pukul 11.30 wib, langsung check in dan sempat say helo dengan mbak purnami. Acara bertajuk TOT Capacity building pengelolaan sertifikasi kepala sekolah yang diselenggarakan oleh LP3KS. acara ini benar2 sangat relevan dengan tulisan saya. Tapi untuk saat sekarang materi tot nya belum dimulai. Nanti pembukaannya pada jam14.00. Ciaooo dulu.

Thursday, November 11, 2010

Day 13

EOF hari 12.

Wah.. kejar tayang nih.. baru saja sampai dari Kelumpang Hilir langsung masuk kantor, teringat akan kewajiban menulis selama 30 hari. Ok, Rock on.

Berdasarkan kualifikasi umum, cukup banyak kepala sekolah di Kotabaru yang belum memiliki kualifikasi S1/DIV. Ada berbagai alasan yang menyebabkan hal ini terjadi. Beberapa diantaranya adalah, kondisi geografis dan ketersediaan calon kepala sekolah. Sudah menjadi rahasia umum, kebanyakan kepala sekolah yang diangkat berasal dari wilayah Pulau Laut Utara. Hal ini terjadi, kemungkinan kemampuan dan kompetensi guru-guru di Pulau Laut Utara dapat lebih terpantau oleh tim pengusul jabatan. Sementara untuk guru-guru yang berdomilisi diluar Pulau Laut Utara kurang terpantau, sehingga mengakibatkan referensi tim pengusul menjadi sangat terbatas sekali. Berdasarkan alasan tersebut, maka terjadilah pengangkatan kepala sekolah untuk sekolah diluar wilayah Pulau Laut Utara tetapi berasal dari guru di wilayah Pulau Laut Utara. Akibatnya, para kepala sekolah ini harus hidup terpisah dari keluarga. Konsekuensi logisnya, mereka tidak akan stand by di sekolahnya setiap saat. Mereka juga harus pulang kerumahnya di wilayah Pulau Laut Utara untuk berkumpul dengan keluarganya. Tidak heran kalau banyak laporan masuk, Kepala Sekolah si B jarang berada di sekolahnya, karena sibuk berada di kota, kumpul keluarga. Hal ini semakin diperparah dengan keterbatasan sarana transportasi yang umumnya menggunakan sarana laut untuk mencapai tempat tugasnya, yang mempunyai jadwal keberangkatan seminggu sekali. Satu menit saja yang bersangkutan tertinggal kapal, maka seminggu kemudian baru dapat kembali mengunjungi sekolahnya. Nah, selama seminggu ditinggal, sekolahnya menjadi apa?

Persyaratan kulaifikasi S1/DIV untuk kepala sekolah sudah ditetapkan sejak lama, tetapi tetap sulit mencari calon kepala sekolah yang memenuhi harapan. Akhirnya, diambilah keputusan untuk mengangkat guru-guru senior yang belum S1/DIV. Dengan pertimbangan, mengingat usia dan masa kerja, maka diharapkan mereka sudah matang untuk menjadi pemimpin.

Penyebab lain adalah, ketersedian stok calon kepala sekolah yang sudah memenuhi persyaratan tidak dimiliki oleh Dinas Pendidikan. Seharusnya, tersedia daftar nama-nama calon kepala sekolah yang telah memnuhi harapan. Daftar ini harus dihasilkan melalui seleksi yang dilakukan secara fair oleh pihak ketiga. Data yang ada sampai saat ini, baru berkisar hasil tes uji kompetensi yang pernah dilakukan kepada 200 kepala sekolah. Tes ini berupa tes tertulis saja. Lumayanlah dari pada tidak ada data kepsek sama sekali. Awalnya tes ini diharapkan dapat dijadikan acuan kompetensi kepsek yang ada. Selanjutnya dapat disusun rencana pembinaan selanjutnya. Sampai sekarang harapan itu belum benar-benar terwujud.

Sudah dulu ah.. membahasnya, agak ngantuk nih mata.

EOF hari 13.

Wednesday, November 10, 2010

Day 12

Standar kepala sekolah/madrasah sudah diatur oleh pemerintah melalui Permendiknas Nomor 13 Tahun 2007 Tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah. Dalam permendiknas ini diatur sejumlah persyaratan seseorang untuk diangkat menjadi Kepala Sekolah/Madrasah. Adapun persyaratannya dibagi menjadi dua, yaitu persyaratan umum yang meliputi: Kualifikasi Kepala Sekolah/Madrasah terdiri atas Kualifikasi Umum, dan Kualifikasi Khusus.

1. Kualifikasi Umum Kepala Sekolah/Madrasah adalah sebagai berikut:
a. Memiliki kualifikasi akademik sarjana (S1) atau diploma empat (D-IV) kependidikan atau nonkependidikan pada perguruan tinggi yang terakreditasi;
b. Pada waktu diangkat sebagai kepala sekolah berusia setinggi- tingginya 56 tahun;
c. Memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun menurut jenjang sekolah masing-masing, kecuali di Taman Kanak- kanak /Raudhatul Athfal (TK/RA) memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun di TK/RA; dan
d. Memiliki pangkat serendah-rendahnya III/c bagi pegawai negeri sipil (PNS) dan bagi non-PNS disetarakan dengan kepangkatan yang dikeluarkan oleh yayasan atau lembaga yang berwenang.

2. Kualifikasi Khusus Kepala Sekolah/Madrasah meliputi:

Kepala Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs) adalah sebagai berikut:
• Berstatus sebagai guru SMP/MTs;
• Memiliki sertifikat pendidik sebagai guru SMP/MTs; dan
• Memiliki sertifikat kepala SMP/MTs yang diterbitkan oleh lembaga
yang ditetapkan Pemerintah..

Kepala Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA) adalah sebagai berikut:
• Berstatus sebagai guru SMA/MA;
• Memiliki sertifikat pendidik sebagai guru SMA/MA; dan
• Memiliki sertifikat kepala SMA/MA yang diterbitkan oleh lembaga yang ditetapkan Pemerintah.

KepalaSekolahMenengahKejuruan/MadrasahAliyahKejuruan (SMK/MAK) adalah sebagai berikut:
• Berstatus sebagai guru SMK/MAK;
• Memiliki sertifikat pendidik sebagai guru SMK/MAK; dan
• Memiliki sertifikat kepala SMK/MAK yang diterbitkan oleh lembaga yang ditetapkan Pemerintah

Selain kulaifikasi juga mempersyaratkan Kompetensi. Kepribadian, Manajerial, Kewirausahaan, Supervisi dan Sosial. Uraian lengkap silahkan baca Permendiknas tersebut.

Sekarang saatnya kita menarik nafas dalam-dalam sembari memikirkan tentang kepala sekolah kita masing-masing. Pertanyaan pertama, Sudahkah beliau-beliau itu memnuhi persyaratan umum untuk menjadi kepala sekolah? Silahkan jawab. Pertanyaan Kedua, Sudahkah juga memenuhi kulifikasi khusus? Selanjutnya, Sudahkah memenuhi Persyaratan Ketiga, Mempunyai 5 Dimensi Kompetensi? Yuk.. Mari.....

EOF hari 12.

Tuesday, November 09, 2010

Day 11

Setelah kita bahas masalah persiapan, maka bagaimana dengan aktifitasnya mengajar? Dari laporan yang masuk, masih ada guru penerima tunjangan sertifikasi yang belum melaksanakan tugas mengajarnya dengan baik. Dari kedisiplinan waktu sampai yang masih belum secara aktif mengajar.

Kembali kita berpatokan dari hasil riset, selama proses belajar mengajar menunjukkan hanya sedikit sekali guru yang menggunakan media dalam penyampaian materi pembelajarannya. Padahal, secara umum, minimal di setiap sekolah sudah tersedia LCD dan laptop. Pelatihan penggunaan alat-alat tersebut sudah sering dilaksanakan, baik secara informal maupun formal. Tetapi masih sedikit seklai guru yang menggunakan fasilitas ini.

Untuk kehadiran mengajarpun masih banyak yang bermasalah. Banyak laporan yang masuk, menyatakan bahwa si Guru A yang sudah disertifikasi, ternyata tidak mengajar sesuai sertifikasinya, atau bahkan ada yang tidak mengajar sesuai jam wajib. Padahal sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2008, tentang Guru dan Dosen, jelas-jelas dinyatakan bahwa, tunjangan sertifikasi hanya diberikan kepada guru yang telah melaksanakan tugas dan kewajiban mngajarnya sebanyak 24 jam wajib dan sesuai dengan kompetensinya. Sayang laporan-laporan tersebut hanya bersifat lisan dan bukan tertulis. Karena kalau tertulis kan dapat ditindak lanjuti. Kadang timbul pertanyaan, mengapa dinas tidak turun mencari data yang sebenarnya? Jawabnya, Sudah! Tuh dengan menurunkan para Pengawas, dan hasil mereka kan dilaporkan. Ternyata tidak ada masalah tuh.

Selain itu, ketika mereka di dalam kelas, biasanya mereka hanya membawa buku pelajaran satu buah saja dan sudah kusan karena sering ditekuk dan dilipat serta kotor kena debu kapur, setelah itu mereka serahkan ke juru tulis kelas untuk ditulis di papan tulis. Tahu dong kegiatan siswa selanjutnya adalah mencatat. Jadi cocok dengan motto belajar dahulu kala. CBSA, Cara Belajar Siswa Aktif dibalik menjadi CBAS, Cara Belajar Atur Sendiri atau Catat Buku Sampai Habis.

Hasil belajar model diatas akan menjamin seseorang siswa akan sangat mahir menulis dan tahan duduk berjam-jam di kelas dengan pandangan ke papan tulis dan buku tulis. Jadi, kalau hanya untuk menjadi Juru Tulis Desa sih, siswa-siswi kita sudah sangat siap. Mentaati perintah, baik atau buruk tidak masalah. Cocok untuk negara sosialis atau k----is.

Sewaktu di sekolah, saya sempat melakukan riset tentang presensi guru dalam melaksanakan tugas. Hampir semua guru pernah terlambat. Dua orang saja yang benar-benar tepat dan melaksanakan tugas mengajarnya dengan baik. Ketika rapat dewan guru saya beberkan data-data ini, bukan untuk menghakimi tetapi untuk menjadi bahan renungan bersama. Ssaya analogikan, jika kita ini perusahaan, maka sudah berapa kerugian perusahaan akibat keterlambatan ini. Nah, penjelasan itu dapat diterima dengan baik. Seharusnya, menurut saya, keterlambatan dalam mengajar jauh lebih berbahaya bila dibandingkan keterlambatan kerja. Kerugian bukan saja material, tetapi mental siswapun menjadi terkontaminasi. Padahal, hasil didikan kita sekarang baru akan ternikmati pada masa-masa yang akan datang. Pendidikan adalah investasi masa datang.

Untuk saat itu dan kemungkinan sampai sekarang, sekolah yang guru-gurunya telah hadir dan bertugas sesuai waktunya, menurut saya, adalah SDK Santa Maria. Saya juga pernah berdiskusi dengan dua kepala sekolahnya. Menurut mereka, memang ada saja guru yang mencoba bermalas-malasan, akan tetapi karena penegakkan peraturan yang jelas dan semangat mengabdi mereka yang memang sudah terdoktrin dengan baik dapat mengalahkan rasa malas mereka. Hm... dapatkah kita meniru semangat mereka? Dapat! Tinggal, maukah kita?

EOF hari 11.

Monday, November 08, 2010

Day 10

Berbicara mengenai sertifikasi guru, umumnya para guru sekarang yang telah dinyatakan mendapatkan tunjangan sertifikasi guru melalui SK PMPTK, sudah menikmati transfer dana langsung ke rekeningnya dan tanpa potongan serupiahpun. Besarnya tunjangan adalah sama dengan besarnya gaji pokok satu bulan gaji. Cukup besar. Sementara kita-kita yang mengurusnya hanya gigit jari sajah.... heheheh..... Sebagai informasi, untuk periode 2006-2008, jumlah guru Kotabaru yang sudah disertifikasi dan dibayarkan tunjangannya sebanyak 312 orang, sementara untuk tahun 2009, sebanyak 197 orang dan tinggal menunggu pencairan dari propinsi. Untuk tahun 2010 ini pesertanya 279 orang dan masih dalam proses penilaian.

Sesuai tujuan tunjangan tersebut, guru-guru penerima tunjangan harus benar-benar profesional dalam menjalankan tugasnya. Hasil riset kerjasama antara Bappeda Kotabaru dengan LPMP Kalsel tentang pelaksanaan standar proses kurikulum bagi guru-guru yang menerima tunjangan sertifikasi Kotabaru, tahun 2009 lalu, dengan sampel guru-guru penerima tunjangan sertifikasi dari 2006-2008, menunjukkan hal,, bahwa hanya 40 % saja dari mereka yang membuat persiapan mengajar. Padahal, seharusnya persiapan mengajar ini seharusnya sudah menjadi satu kesatuan dengan guru tersebut. Artinya, seseorang guru yang profesional, dengan ditunjukkan dengan menerima tunjangan sertifikasi, selalu membuat dan memenuhi seluruh kewajibannya dalam mengajar. Pemenuhan akan standar isi dan standar proses dari kurikulum seharusnya sudah menjadi kebutuhan dasar.

Karena ini merupakan hasil riset yang secara ilmiah dapat dipertanggungjawabkan, maka kenyataan bahwa hanya 40 % guru yang sudah disertifikasi membuat persiapan mengajar akan memberikan asumsi sebagai berikut: “Baru 40 % Guru yang sudah tersertifikasi yang membuat persiapan mengajar, maka dapat dipastikan akan lebih dari 40% guru yang belum disertifikasi yang belum membuat persiapan mengajar”. Asumsi ini terjadi dikarenakan unsur profesionalitas tadi. Seseorang guru belum dapat dikatakan profesional bila belum mendapatkan sertifikasi. Apakah statement (asumsi) ini benar? Debatable. Apalagi bagi bapak-ibu guru yang telah berusaha melaksanakan tugas dan kewajibannya secara maksimal dan belum disertifikasi. Pasti protes keras. Ada kemungkinan babak belur saya dibuatnya. Kok bisa? Yah bisa saja. Saya 3 kali hampir dipukul guru bahkan kepsek penerima tunjangan sertifikasi. Untung saja saya masih dilindungi oleh Tuhan YME.

Sedemikian besar pengaruh persiapan mengajar terhadap hasil proses belajar mengajar di kelas karena akan sulit mencapai sesuatu bila tanpa dilakukan perencanaan terlebih dahulu.

EOF hari 10.

Sunday, November 07, 2010

Day 9

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005, Tentang Guru dan Dosen telah berjalan 5 tahun. Semangat UU ini yang mengakui Guru dan Dosen sebagai Profesi sangat jelas sekali. Secara jelas tergambar misi dari UU ini adalah:
1. Mengangkat martabat guru dan dosen,
2. Menjamin hak dan kewajiban guru dan dosen,
3. Meningkatkan kompetensi guru dan dosen,
4. Memajukan profesi dan karir guru dan dosen,
5. Meningkatkan mutu pembelajaran,
6. Meningkatan mutu pendidikan nasional,
7. Mengurangi kesenjangan ketersediaan guru dan dosen antar daerah, baik dari segi jumlah, mutu, kualifikasi akademik maupun kompetensinya,
8. Mengurangi kesenjangan mutu pendidikan antar daerah, dan
9. Meningkatkan pelayanan pendidikan yang bermutu.

Berdasarkan tujuan dan misi diatas, kedudukan guru sebagai tenaga profesional berfungsi untuk meningkatkan martabat guru serta perannya sebagai agen pembelajaran untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Sejalan dengan fungsi tersebut, kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berlimu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

Penjelasan ini dapat dibaca lebih lanjut pada Penjelasan UU ini. Nah, kalau kita cermati, sudah jelas tergambar hal-hal penting yang harus menjadi perhatian para guru.

Klo kita lihat jumlah guru di Kotabaru berdasarkan NUPTK yang dapat diakses di http://nuptk.kemdiknas.go.id/content.php?pageid=2. maka jumlah guru di Kotabaru sekarang berjumlah 3670 orang. Sesuai UU guru dan dosen, persyaratan kualifikasi akademis seseorang untuk menjadi guru adalah minimal mempunyai kualifikasi S1/DIV. Sejauh ini, hampir separuh guru di Kotabaru yang belum memenuhi standar kualifikasi tersebut. Untuk daerah kota, mungkin tinggal sedikit, akan tetapi kalau yang bertugas di luar kota, dalam hal ini luar Pulau Laut Utara, masih sangat banyak sekali, khususnya guru yang bertugas di Sekolah Dasar. Hal ini terjadi disebabkan oleh banyak faktor, utamanya, mereka yang belum S1/DIV adalah guru senior, minimal sudah mempunyai masa kerja 20 tahun, yang pada saat itu, pengangkatan guru SD masih diperbolehkan dari Sekolah Pendidikan Guru (SPG). Nah, karena mereka ditempatkan di remote area, maka sangat kecil kemungkinan bagi mereka untuk dapat melanjutkan studinya ke jenjang S1/DIV. Hambatan mereka terutama pada lokasi Perguruan Tinggi yang sangat jauh, misalkan Unlam di Banjarmasin. Bila melalui jalur UPBJJ-UT pun harus ke Kotabaru. Sangat jauh. Dapat kita perkirakan kesulitan yang mereka hadapi, ambilah kasus bila mereka yang bertempat tinggal di wilayah Pulau Laut Selatan melanjutkan studi melalui UPBJJ-UT di Kotabaru. Biaya perkuliahan yang cukup murah akan sangat tidak sesuai dengan kegiatan tutorial yang harus mereka ikuti, yang biasanya 2 minggu sekali. Selain itu biaya-biaya tutorialpun yang tidak sedikit harus mereka tanggung.

Untuk menempuh perjalanan ke Kotabaru saja mereka sudah sulit, belum mereka harus belajar dari modul-modul dan menyelesaikan tugas-tugas rumah. Sangat menyiksa dan menyulitkan. Itulah realita di kotabaru.

Ketika sertifikasi guru dilaksanakan, maka meledaklah permasalahan standar kualifikasi ini. Persyaratan peserta yang minimal mempunyai kualifikasi pendidikan S1/DIV telah menimbulkan gejolak terhadap guru-guru senior tadi yang nota bene belum berkualifikasi S1/DIV. Maka, berlomba-lombalah mereka mencari perguruan tinggi untuk mendapatkan gelar S1/DIV agar dapat mengikuti sertifikasi guru.

Apapun semangatnya, sertifikasi guru ini telah memberi dampak yang positif kepada guru. Setiap tahunnya, jumlah guru yang mengurus surat ijin belajar meningkat tajam. Baik yang belajar di perguruan tinggi di UPBJJ-UT di Kotabaru, Unlam di Banjarmasin ataupun perguruan tinggi di luar Kalimantan Selatan. Untuk sebagian guru yang berdomisili di daerah yang remote, ataupun yang ingin mendapatkan gelar dengan cara instant juga tersedia fasilitas itu. Sejunlah kelas jauh dari perguruan tinggi di jawa bertebaran di Kotabaru. Umumnya cukup mengikuti perkuliahan beberapa kali atau bahkan diwakili saja, maka gelar S1/DIV sudah dapat diterima. Tentu konsekuensi logis dari semua ini adalah sejumlah uang yang harus mereka bayar.

Seringkali ketika saya meneliti persyaratan para peserta sertifikasi guru saya menemukan pemakaian gelar yang didapat dari kulaih kelas jauh ini. Ada dua orang yang pernah saya tanyakan proses mereka mendapatkan gelar ini. Semua sama. Hm.. andaikata murid-murid kita juga tidak perlu masuk sekolah setiap hari dan para guru juga tidak perlu mengajar setiap hari, sama seperti mereka mendapatkan gelar mereka, sepertinya asik banget tuh....

Untuk mereka yang melanjutkan studi ke beberapa perguruan tinggi yang menjadi mitra pemerintah, maka pemerintah telah memberikan bantuan berupa beasiswa untuk pembayaran SPP setiap tahunnya. Selain itu, juga telah diberikan biaya trasportasi kepada mereka yang melanutkan studi dengan pembiayaan dari Dinas Pendidikan Propkalsel di Unlam Banjarmasin.

Pertanyaannya, mengapa pemerintah tidak memberikan bantuan kepada guru-guru yang melanjutkan pendidikan secara instant seperti penjelasan di atas? Apa bedanya dengan yang melanjutkan ke perguruan tinggi yang menjadi mitra pemerintah? Toh, mereka sama-sama akan menyandang gelar S1/DIV. Apakah secara kualitas mereka berbeda? Au ah... gelap.

EOF hari 9.

Saturday, November 06, 2010

Day 8

Kemarin, jumat, 5 Nopember 2010, sepulang dari kantor saya bergegas menuju pelabuhan fery Tarjun untuk menuju ke Serongga, tepatnya ke SMPN 1 Kelumpang Hilir, pukul 12.00 wita. Lama sekali rasanya saya tidak berkunjung kesana bertemu kawan-kawan yang seperti biasanya pasti ramah-ramah khas njawani, karena disana didominasi etnis jawa. Tujuan saya adalah untuk melihat perkembangan sekolah tersebut setelah dinyatakan lulus menuju sekolah SSN. Selain itu juga ingin melihat fasilitas internet kecamatan dari kemeninfo yang ditempatkan di sekolah tersebut.

Setelah kena kekempesan ban dijalan karena terkena paku, akhirnya saya sampai juga. Langsung saya berkeliling melihat lokasi sekolah yang memang cukup luas. Hm... asik rasanya melihat sekolah yang berhalaman luas ini. Ga sumpek.

Kalau melihat ketersediaan sarana dan prasarana di sekolah ini, menurut saya masih belum memadai, akan tetapi sekolah ini telah memiliki rencana kerja sekolah yang cukup lengkap untuk menunjang tujuan nya menjadi sekolah SSN. Pertanyaannya, mengapa dengan kondisi yang masih belum memenuhi persyaratan, sekolah ini berhasil lolos dari verifikasi kemendiknas untuk dipersiapkan menuju SSN? Banyak faktor yang membuatnya dan dapat dijadikan contoh bagi sekolah lain. Sosok kepala sekolah yang memiliki integritas, komite sekolah yang responsif, dewan guru yang siap belajar dan lain sebagainya. Kecuali, sarana dan prasarana yang masih minim tadi.

Trus... sepertinya karena ini hari sabtu, biasa libur... rasanya kok jadi rada lelet nih mo menuangkan kata-kata.... oke deh.. selamat bermalam minggu aja.

EOF hari 8.

Friday, November 05, 2010

Day 7

Menyikapi pertanyaan, korelasi ketersediaan sarana dan prasarana dengan ketercapaian tujuan pembelajaran, sangat debatable tetapi semua akan kembali berpulang pada pelakunya. Sarana dan prasarana hanyalah tools untuk menunjang tercapainya tujuan. Ibarat pagelaran wayang, semua tergantung dalangnya. Klo kita sikapi sekarang, bahwa siswa bukan sebagai objek Pendidikan, melainkan subjeknya, maka dapat dimungkinkan siswa sebagai dalangnya. Dalang akan belajar kepada gurunya dalang. So, peran guru sekarang harus lebih sebagai fasilitator. Memfasilitasi siswa dalam menemutunjukan apa yang dilakukannya dalam proses belajar mengajar. Nah, sedemikian pentingnya fungsi guru disini. Artinya kembali pada pengertian dan fungsi dari sarana dan prasarana tadi, tools. Kembali ke Dalang.

Saya ingin share sebuah perjalanan saya dengan kawan-kawan guru bahasa inggris di SMK dulu. Saat itu, kami mempunyai 4 guru bahasa inggris yang mempunyai kemauan yang keras untuk maju dan kreatifitas yang tinggi. Tetapi belum tersalur sesuai keinginan mereka. Kebetulan saya suka sekali bahasa inggris, maka kloplah. Kami merencanakan membuka kursus dan pelayanan bahasa inggris untuk khalayak ramai di kotabaru. Rencana disusun sedemikian rupa, saya sangat menikmati diskusi-diskusi yang terjadi. Hingga akhirnya kita semua terbentur dengan masalah klasik, terbatasnya dana. Yah, dana. Kita perlu membeli itu ini tapi tidak punya dana. Duh… untungnya kondisi ini membuat kami lebih berfikir keras. Sampai suatu masa dimana kami bertekad untuk membuat kelas-kelas unggulan dengan modal seadanya, peralatan seadanya. Dan kami sangat menyadari, bahwa investasi yang akan dan telah kami lakukan ini baru akan dinikmati paling cepat 2 tahun ke depan.

Ternyata prediksi kami tidak meleset, dengan sarana dan prasarana seadanya, kami berhasil membentuk beberapa kelas unggulan dengan kemampuan bahasa inggris di atas rata-rata. Puncaknya, kami berhasil membawa siswa-siswi kami menjadi peringkat 9 nasional. Tetntulah cerita ini bersifat situasional. Hikmah dari kejadian ini, kami di sekolah sangat berkeyakinan bahwa untuk membuat sesuatu sarana dan prasarana hanyalah tools.

Keadaan sekarang, dengan dana BOS/BOMM yang dikucurkan pemerintah, dirasa masih sangat jauh dari cukup oleh rekan-rekan kepala sekolah untuk pemenuhan sarana dan prasarana. Hal ini sering saya dengar dari keluh kesah mereka ketika berjumpa dengan saya di kantor. Sedih juga saya mendengarnya. Saya dapat memahami bagaimana pusingnya memikirkan proses belajar mengjar bila terjadi kekurangan sarana dan prasarana, apalagi bila sang kepsek tidak memiliki semangat juang dan tidak memiliki kreatifitas yang tinggi untuk mencari solusi alternatif pemecahannya.

Riset korelasi antara ketersediaan sarana dan prasarana disekolah dengan keberhasilan pencapaian tujuan pengajaran di Kotabaru, memang setahu saya belum pernah dilaksanakan. Saya hanya pernah membaca beberapa penelitian tindakan kelas (PTK) yang pernah dilakukan oleh rekan-rekan guru tentang penggunaan media dalam upaya peningkatan hasil belajar siswa. Misal, penggunaan power point untuk pengajaran cara sholat yang benar. Bila tidak menggunakan penjelasan yang disertai penggunaan power point, terjadi perbedaan hasil bila menggunakannya. Hal itu saya baca melalui PTK tersebut. Padahal secara logika sih ga perlu diteliti lagi, tetapi namanya PTK kan tingkatannya yah sampai ditu saja. Beda dengan riset yang lebih tinggi.

Berdasarkan hal diatas, perlu diadakan riset khusus untuk mengetahui efektifitas dan korelasi ketersediaan sarana dan prasarana terhadap pencapaian tujuan pembelajaran.

EOF hari 7.

Thursday, November 04, 2010

Day 6

Sarpras, OSOL, SPM, keterkaitan/korelasi sarpras-prestasi
Pemerintah telah mengatur persyaratan standar sarana dan prasarana sekolah melalui Permendiknas nomor 24 tahun 2007 tentang standar sarana dan prasarana untuk sekolah dasar/madasrah ibtidaiyah (SD/MI), sekolah menengah pertama/madrasah tsnawiyah (SMP/MTs), dan sekolah menengah atas/madrasah aliyah (SMA/MA). Dalam permendiknas tersebut jelas telah diuraikan standar sarana dan prasarana yang harus dipenuhi oleh sebuah sekolah/madrasah. Sesuai dengan penjelasannya, maka standar tersebut hanyalah standar minimal yang harus dipenuhi oleh penyelenggara pendidikan.

Kalau kita baca dan cermati permendiknas tersebut, jelas-jelas telah memisahkan penjelasan sarana dan prasarana. Sarana adalah perlengkapan pembelajaran yang dapat dipindah-pindah. Sementara prasarana adalah fasilitas dasar untuk menjalankan fungsi sekolah/madrasah. Sarana terdiri dari berbagai macam, begitupun prasarana. Untuk lengkapnya dapat diakses di http://www.kemdiknas.go.id/media/96040/permen_24_2007.pdf.

Kebijakan pemerintah dengan memberikan block grant langsung kesekolah-sekolah untuk pembangunan ruang kelas baru atau laboratorium juga block grant peralatan lainnya secara swakelola telah berlangsung beberapa tahun belakangan ini. Tujuannya, jelas baik sekali, terutama untuk percepatan pemenuhan standar sarana dan prasarana serta mengurangi tingkat kebocoran jika masih menggunakan pola lama. Dilain pihak, hal ini telah menyibukkan pihak sekolah untuk membuat proposal penambahan ruang atau peralatan baru.

Dalam peraturan tentang pengadaan barang dan jasa, telah ditentukan agar dalam pengadaan barang dan jasa tidak diperkenankan menyebutkan nama merek dagang tertentu, melainkan hanya menyebutkan setara dengan. Hal ini telah menjadi celah untuk menafsirkan dari berbagai sudut. Misalkan, pengadaan komputer setara dengan core 2 duo. Interpretasi akan beragam terjadi. Ada yang menafsirkan merek berkelas seperti IBM, Dell, Apple dan lainya. Adapula yang menafsirkan lain, yang penting core 2 duo, ada merek zyrex, mugen, byon dan lainnya. Soal harga, silahkan kalkulasi sendiri. Kualitas? Tentu berbeda. Bak pepatah, ada uang ada barang. Klo ingin barang bagus, uangnya harus banyak juga dong. Padahal, patokan harga pasti diambil dari harga tertinggi di pasaran. Hayo… pilih mana? Sedikit untuk atau banyak untung?

Kembali ke pokok bahasan kita, sarana dan prasarana, maka tujuan yang mulia dari pemerintah ini, mempercepat pemenuhan standar sarana dan prasarana secara swakelola, secara teori berhasil sementara dalam prakteknya masih perlu dikaji ulang. Secara umum kondisi di Kotabaru, masih banyak sekolah yang belum memenuhi standar sarana dan prasarana ini. Kalaupun ada yang mendekati, masih sekedar asal ada saja. Contoh, keharusan satu sekolah satu lab, One School One Lab, untuk laboratorium komputer. Umumnya sudah ada, akan tetapi kalau kita lihat kedalamnya, jauh dari harapan. Seharusnya, satu siswa satu komputer dalam belajar. Hal ini berarti paling tidak di dalam laboratorium komputer terdapat 35 buah komputer siap pakai.

Apakah ketersediaan sarana dan prasarana akan menjamin tercapainya tujuan pembelajaran?

EOF hari 6

Wednesday, November 03, 2010

Day 5

Pandangan miring siswa agar rajin belajar, apa gunanya?
Wesss... klo ujian nasional sudah ada yang menghandle, buat apa belajar lagi? Secara dah ga ada gunanya lagih tuk belajar pelajaran di sekolah. Selain itu juga, buat apa mbuang-mbuang waktu dan tenaga buat mikirin mata pelajaran yang non UAN. Ga penting! Jadi, baik memikirkan yang lain atau sama sekali ga usah mikirin pelajaran. Masih banyak yang harus diberi perhatian. Sinetron yang menampilkan bintang-bintang yang ganteng dan cantik-cantik, reality show, Indonesia mencari bakat, Indonesian Idols, KDI atau apalah. Itu jauh lebih menarik. Facebook, Twitter, dan Social networking lainnya sudah menjadi kewajiban sehari-hari. Wah.. bisa kacau klo sampai tidak punya account di jejaring tersebut. Update status minimal 2 kali sehari. Hasilnya? Bisa dong menggunakan bahasa SMS or bahasa fesbukan yang serba irit. Hr gn g bs updte status? Kecian dch si agan yg 1 ne. Thx bntuanx.

Interpretasi suasana senang (sesuka hati) ini pun berdampak lain. Sering kita mendengar, di beberapa tempat terjadi demo dan pemberontakan teradap guru-guru yang sedang menerapkan disiplin secara benar, tetapi tidak membuat siswa-siswi senang. Jadi, prinsip sekali bagi siswa-siswi jika mereka merasa terkekang kesenangannya akibat sebuah perlakuan yang didasarkan penerapan peraturan sekolah, mereka akan memberontak. Salah satunya dengan turun ke jalan. Demo.

Organisasi siswa di sekolah, OSIS, mengalami perubahan paradigma juga. Osis harus merancang kegiatan-kegiatan yang trendy. Sesuai mode yang ada, kegiatan sosial, kalaupun ada, harus berkesan glamour dan meriah. Untuk kegiatan ekstra kurikuler harus yang moderen. Drumband, cheerleaders, dance, modeling, dan lainnya. Soal pembiayaan? Ga masalah. Minta ama Ortu. Selesai. Klo ga dikasih? Yah ga mau sekolah. Pasti dikasih kalau ancamannya begitu. Kalau tetap ga dikasih? Kabur dari rumah untuk beberapa hari. Wah... makin berat tuh akibatnya. Nah bagi yang kurang senang berorganisasi seperti OSIS, mereka membuat geng./kelompok. Geng ini secara organisasi tidak jelas bentuknya, tetapi mempunyai komitmen yang kuat. Jauh melebihi komitmen berorganisasi di OSIS. Sering kita lihat gambaran geng di sekolah ataupun geng di luar sekolah. Contohnya Geng Motor di Bandung dan kota-kota lainnya. Ini jelas menampakkan, siswa-siswi masih merasa kurang kesenangannya jika hanya mencari di sekolah saja, untuk itulah geng di luar sekolah dibentuk. Ga lucu dong klo sampe dibilang ga ngetren cara berpenampilannya.

Persaingan antar siswa antar sekolah menjadi terbuka, bagai api dalam sekam. Sedikit saja tersenggol maka tawuran akan terjadi. Di Kotabaru? Ada tuh ... jangan khawatir. Trendy juga dong. SMAn 1 Kotabaru vs SMKN 1 Kotabaru dan SMAN 2 Kotabaru vs SMKN 2 Kotabaru. Yah secara kesetaraan, lumayanlah pencapaian siswa-siswi di kotabaru ini. Walaupun secara kualitas dan kuantitas jika dibandingkan dengan tawuran di Jawa... yah masih jauh.

Klo para pendahulu kita masih hidup, tentunya mereka akan iri sekali melihat kondisi anak-anak sekarang. Mestinya mereka menyesal karena wafat terlebih dahulu dan tidak dapat menikmati alam kemerdekaan ini. Klo dahulu mereka harus bersembunyi dari kejaran para tentara penjajah, sekarang, anak-anak begtiu bebasnya menikmati bepergian kemana-mana. Klo dahulu mo memakai baju saja sulit sehingga sering tidak berbaju, klo sekarang mudahnya mendapatkan berbagai model baju, dari yang full sampai yang You can see even baju model robek-robek kena panasnya wedus gembel.

Nah, karena sudah terjamin dengan kelulusannya, otomatis telah tertanam dalam pikiran mereka, bahwa untuk meraih segala sesuatu tuh sangat mudah, tergantung dari kekaitannya. Ga perlu susah-susah. Filosofi, tanpa kerja keras, muda foya-foya, tua kaya raya, mati masuk surga, memang semakin membumi. Paling tidak, mereka sekarang kan masih muda, yah menikmati dulu masa foya-foyanya.

EOF hari 5.
Sarpras, OSOL, SPM, keterkaitan/korelasi sarpras-prestasi

Tuesday, November 02, 2010

Day 4

Ok. Kita mulai dari hal terbawah dalam pembahasan ini. Siswa alias murid alias peserta didik.

Berdasarkan http://kotabaru.dapodik.org/rekap.php?ref=siswa&tipe=4&status=2 yang saya akses hari ini, selasa, 2 Nopember 2010, jumlah siswa se Kotabaru mulai TK hingga SLTA adalah 45.894 orang. Baik sekolah negeri maupun swasta. Menurut peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, siswa sebagai peserta didik harus memenuhi sejumlah kriteria, dimulai dari usia hingga minat dan bakat untuk sekolah khusus.

Secara umum, siswa-siswi di Kotabaru mempunyai kemampuan pikir di atas rata-rata. Selama saya bertugas di SMKN 1 Kotabaru, saya telah mencoba membuat sebuah kelas eksperimen yang bertugas sebagai pasukan khusus. Pasukan yang akan mewakili sekolah dalam berbagai lomba, khususnya lomba-lomba yang bersifat akademis. Mereka diberi perlakukan khusus dengan perhatian penuh. Dapat dibayangkan betapa sulitnya diawal-awal dalam menanamkan konsep-konsep untuk merubah paradigma berpikir mereka. Kami perlu dua tahun untuk memetik hasilnya. Puncaknya adalah ketika, tim debat berbahasa inggris kami berhasil menembus 9 besar nasional dalam lomba debat tingakt nasional di Semarang pada tahun 2004. Selain itu, untuk lomba-lomba bidang akademis, seperti lomba ketrampilan akuntansi, sekretaris dan manajemen bisnis. Ini artinya, kemampuan anak-anak kotabaru berada sejajar bahkan diatas anak-anak daerah lain. Hal ini kalau kita runut kebelalakang tidak dapat terbantahkan. Anak-anak Kotabaru pada umumnya mendapat asupan gizi dan nutri bagi otak dari hasil lautnya yang berlimpah. Sehingga kebutuhan akan omega 3 dan sejenisnya, yang sekarang begitu diboomingkan melalui iklan-iklan susu bayi, telah terpenuhi dengan baik.

Kondisi sekarang, secara umum siswa-siswi di Kotabaru sangat menikmati hidup dan kehidupannya tanpa direcoki oleh kehidupan dihari nanti. Kemajuan teknologi yang sedemikan pesat begitu memanjakan mereka. Hal ini dapat kita lihat dan rasakan. Hampir seluruh siswa di Kotabaru telah memiliki alat komunikasi berupa HP, baik yang jadul maupun yang high end. Begitu mudahnya mereka membuat sebuah rekaman, baik foto maupun video. Mereka juga sangat mudah mengakses dunia maya dengan mempergunakan koneksi GPRS yang semakin murah meriah. Coba tanyakan, siapa yang tidak kenal Ariek Peterpan dan Luna Maya? Rasanya tidak ada yang tidak tahu. Ga gaul lah kalau sampai tidak tahu. Di sekolahpun mereka disediakan komputer dengan sejumlah koneksi internet yang free, dan tidak menggunakan proxy untuk filtering content pornografi. Proses belajar mengajar berjalan harus dengan suasana menyenangkan, statement yang debatable menurut saya. Logikanya begini, kalau harus menyenangkan, berarti muridnya belajar dengan suasana hati yang senang. Identik dengan keinginan yang terpenuhi. Nah, pada usia sekolah, sudahkah disadari bahwa belajar itu penting? Selanjutnya, sudahkah hilang stigma negatif terhadap pelajaran MIPA? Untuk lebih menukik lagi pertanyaannya, “Usia sekolah apa sudah layak ditanyakan pertanyaan yang krusial dalam proses belajar mengajar tentang prosesnya itu sendiri? “ Artinya, menurut pendapat saya, bahwa proses belajar mengajar yang akan dilalui para siswa tidak dapat berdasarkan kemauan hati mereka untuk mencapai suasana yang menyenangkan tadi. Ooops.. arogan banget deh situ.... fotge it lah.

Anyway, anak sekarang belajar riang sekali, datang tidak perlu tepat waktu, pakaian tidak perlu rapih, tidak perlu susah-susah mengerjakan tugas rumah. Pokoknya menyenangkan sekali suasananya. Bila perlu, mendoakan agar gurunya tidak masuk atawa sakitlah agar tidak jadi ujian. Ingat iklan Mylanta Sirup? Soal absensi? Bisa diaturlah... Nilai kecil? Remedial dong... dijamin lulus dan tuntas. Untuk ujaian akhir nasional (UAN) pegimana? Ah.. gampang aja boss, begitu masuk ruang ujian, 10 menit pertama mengisi data pribadi, setelah itu lanjutkan duduk dengan senyamannya sambil sesekali membayangkan Ariel dan Luna Maya or Cut Tary. Nah, 15 menit sebelum waktu ujian habis, segera pegang dan amati HP, karena akan masuk SMS yang berisi kunci jawaban yang benar. Klo yang ini dijamin kebenarannya, karena masih fresh .... segar ... baru selesai dikerjakan... dan langsung di SMS dari tangan pertama. Dibanding dengan kunci jawaban yang beredar sebelum pelaksanaan ujian, tentu jauh beda dong. Selain itu, klo yang beredar diluar sebelum waktunya, untuk mendapatkannya biasanya harus dengan membayar sejumlah uang. Nah, kalau yang fresh ini ... nggratis.. tisss.... tisss.... sampai menit terakhir.

EOF hari 4.

Monday, November 01, 2010

Day 3

Kotabaru, sebagai sebuah kabupaten terluas di propinsi kalimantan selatan, terdiri dari 20 kecamatan, mempunyai lebih dari 400 sekolah baik negeri dan swasta, sekitar 4000 an guru baik PNS maupun Non PNS, dan sekitar 50.000 an siswa-siswi. Banyak sekali. Ini potensi yang luar biasa bila semua menyadari tugas dan kewajibannya. Sekolah, dalam hal ini bersama-sama dengan masyarakat sekolah, sudah diberi kebebasan oleh pemerintah untuk menentukan pilihan jalannya dalam menuju cita-cita pendidikan nasional. Kurikulum yang digunakan sudah berdasarkan keperluan tingkat satuan pendidikan, artinya dalam menyusun muatannya, yang meliputi apa-apa yang harus diberikan kepada siswa-siswinya, diserahkan sepenuhnya pada keputusan bersama masyarakat sekolah. Oya, masyarakat sekolah itu meliputi: Guru, Kepsek, TU, Siswa, Orang tua murid, stake holder dan para pemakai lulusan (user). Guru, kepsek dan TU, mutlak harus satu kesatuan. Murid ada persatuannya, OSIS. Orang tua murid, yah... komite sekolah. Stake holder yah Dinas Pendidikan. User? Perusahaan, lapangan kerja dan perguruan tinggi. Semuanya harus saling bersinergi bila berkeinginan tercapainya tujuan pendidikan.

Pemerintah juga sudah meluncurkan program-program perangsang ke sekolah. Misalnya, Rintisan Sekolah Berstandar Nasional dan Rintisan Sekolah Berstandar Internasional. Semuanya tentu mempersyaratkan banyak hal pada sekolah-sekolah yang berminat. Sejauh ini, ada beberapa sekolah yang sudah diberikan tepatnya ditunjuk sebagai RSSN. Persyaratan lengkapnya dapat di search saja di Google. Sebelum lebih lanjut, SMKN 1 Kotabaru pernah mengajukan untuk dinilai sebagai sekolah SSN kira-kira tahun 2003. Walaupun hasil penilaiannya jauh dari harapan, tetapi saya pribadi cukup puas dengan hasil penilaian tersebut. Kesimpulan saya saat itu, memang berat untuk meraih predikat SSN.

Banyak manfaat yang didapat jika sebuah sekolah sudah dinyatakan SSN/SBI, salah satunya sekolah diberi kebebasan untuk berkreasi lebih luas lagi. Nah, kalau sudah begini, saya yakin, semua kepala sekolah sangat menginginkan status sekolahnya SSN/SBI. Sebab, menurut saya, kepala sekolah yang berhasil adalah kepala sekolah yang mempunyai kebebasan dalam menjalankan sekolahnya dan menghasilkan lulusan yang memenuhi harapan masyarakat. Selain itu, salah satu faktor penentu keberhasilan seorang bupati adalah jika di daerahnya terdapat minimal sebuah sekolah SSN/SBI di tiap tingkatannya. Saya kurang tahu, apakah dinegara-negara maju juga berlaku parameter ini. Pastinya situasi berkembang kini adalah mayoritas kepsek sangat berambisi sekolahnya mendapat merek RSSN/RSBI. Suatu hal yang sangat positif. Oya, Dinas Pendidikan pun sangat berharap ada sekolah yang berhasil meraih merek SSN/SBI.

SSN/SBI kini sudha menjadi mimpi setiap orang. Mimpi bersama. Saya jadi teringat profesor saya waktu di Korea, Prof. Kim Yong Hwan. “Bila kau punya mimpi, maka utarakan kepada orang lain agar merekapun mempunyai mimpi yang sama, sebab jika hanya kita sendiri yang bermimpi, maka akan sulit menjangkaunya. Apabila banyak orang mempunyai mimpi yang sama, maka besar kemungkinan mimpi tersebut akan terwujud.” Brilian sekali falsafah beliau. Walaupun falsafah ini mempunyai kemiripan dengan konsep Prof. Yohanes Surya, ahli fisika Indonesia, dengan metode Mestakungnya. Mirip sekali atau sama persis. Wajar sajalah... mereka berdua kan sudah Profesor.

EOF hari 3.